HUKUM KEDUA TERMODINAMIKA
NAMA : Sigma Nur Rismawati
NIM : 14640025
HUKUM KEDUA TERMODINAMIKA
Termodinamika
(bahasa yunani thermos = panas dan dynamic = perubahan) adalah fisika
energi, panas, kerja, entropi dan kespontanan proses. Termodinamika adalah ilmu
tentang energi, yang secara spesifik membahas tentang hubungan antara energi
panas dengan kerja. Energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk lain, baik
secara alami maupun hasil rekayasa teknologi (Nugroho, 2013)
Hukum
kedua termodinamika mengatakan bahwa aliran kalor memiliki arah. Dengan kata
lain, tidak semua proses di alam adalah reversibel (arahnya dapat dibalik).
Hukum kedua termodinamika menyatakan bahwa kalor mengalir secara spontan dari
benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah dan tidak pernah mengalir secara
spontan dalam arah kebalikannya. Misalnya, jika sebuah kubus kecil dicelupkan
ke dalam secangkir air kopi panas, kalor akan mengalir dari air kopi panas ke
kubus es sampai suhu keduanya sama (Kanginan,2007).
Hukum ini sangat berkaitan dengan
entropi atau kesetimbangan termodinamis, yang menyatakan bahwa pada umumya
energi hanya bisa berpindah dari tempat yang mengandung banyak energi ke tempat
yang kurang mengandung energi. Hukum kedua ini bisa digambarkan dengan
terjadinya angin (Novitari,2012).
Proses yang tidak dapat dibalik
arahnya dinamakan proses irreversibel. Proses yang dapat dibalik atahnya
dinamakan proses reversibel. Peristiwa di atas mengilhami terbentuknya hukum
termodinamika II. Hukum II termodinamika membatasi perubahan energi mana yang
dapat terjadi dan yang tidak dapat terjadi. Pembatasan ini dapat dinyatakan
dengan berbagai cara, antara lain, hukum II termodinamika dalam pernyataan
aliran kalor: “Kalor mengalir secara spontan dari benda bersuhu tinggi ke benda
bersuhu rendah dan tidak mengalir secara spontan dalam arah kebalikannya”.
Hukum termodinamika dalam pernyataan tentang mesin kalor: “Tidak mungkin membuat
suatu mesin kalor yang bekerja dalam suatu siklus yang semata-mata menyerap
kalor dari sebuah reservoir dan mengubah seluruhnya menjadi usaha luar”. Hukum
II Termodinamika dalam pernyataan entropi: “ Total entropi semesta tidak
berubah ketika proses reversibel terjadi dan bertambah ketika proses
irreverseibel terjadi”.
Hukum II Termodinamika memberikan
batasan-batasan terhadap perubahan energi yang mungkin terjadi dengan beberapa
perumusan (Novitari,2012):
1.
Tidak
mungkin membuat mesin yang bekerja dalam satu siklus, menerima kalor dari
sebuah reservoir dan mengubah seluruhnya menjadi energi atau usaha luas (Kelvin
Planck).
2.
Tidak
mungkin membuat mesin yang bekerja dalam suatu siklus mengambil kalor dari
sebuah reservoir rendah dan memberikan pada reservoir bersuhu tinggi tanpa
memerlukan usaha dari luar (Clausius).
3.
Pada
proses reversibel, total entropi semesta tidak berubah dan akan bertambah
ketika terjadi proses irreversibel (Clausius).
REVERSIBEL
DAN IREVERSIBEL
Proses yang
tidak menyalahi hukum kedua, dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu reversibel
dan ireversibel (terbalikkan dan tak terbalikkan). Marilah kita tinjau suatu
sistem terisolasi. Hukum kedua mengatakan bahwa tidaklah mungkin terjadi suatu
proses yang akan mengurangi entropi. Andaikan sistem itu mengalami suatu proses
dengan arah yang kita sebut saja ke depan. Jika proses itu terjadi dengan
kenaikan entropi, maka andaikan terjadi proses sebaliknya (ke belakang)
pastilah akan disertai penurunan entropi dan ini tak mungkin. Maka dikatakan
bahwa proses yang terjadi ke arah depan itu disebut ireversibel.
Bila ada proses
ke depan itu tidak terjadi perubahan entropi maka pada proses sebaliknya juga
tidak akan terjadi perubahan entropi. Dengan demikian maka proses dapat
berlangsung ke arah manapun tanpa menyalahi hukum kedua. Proses reversibel
adalah proses yang tak menghasilkan entropi. Kebanyakan proses yang nyata
adalah ireversibel, namun banyak pula yang dapat diidealkan sebagai proses
reversibel. Beberapa proses demikian misalnya adalah proses–proses berikut
(Hadi,1993):
1)
Untai
listrik dengan kapasitor dan induktor, tanpa resistor.
2)
Kotak
beroda pada rel licin (tanpa gesekan) yang dihubungkan dengan satu ujung pegas,
ujung lain terikat pada dinding.
3)
Gas
dalam bejana tertutup piston yang dapat bergerak bebas tanpa gesekan; piston
dihubungkan dengan satu ujung pegas dan ujung pegas yang lain terikat pada dinding.
Agar suatu
proses reversibel haruslah dalam proses itu tidak ada gesekan dan tidak ada
pula ketidakseimbangan. Proses seideal itu tidak mungkin ada. Kalau proses itu
quasistatik dan di dalamnya gesekan dapat diabaikan, cukuplah sudah proses itu
dianggap reversibel (Sutrisno,1983).
ENTROPI
Dalam menyatakan
Hukum Kedua Termodinamika ini, Clausius memperkenalkan besaran baru yang
disebut entropi (S). Entropi adalah besaran yang menyatakan banyaknya energi
atau kalor yang tidak dapat diubah menjadi usaha. Ketika suatu sistem menyerap
sejumlah kalor Q dari reservoir yang memiliki temperatur mutlak, entropi sistem
tersebut akan meningkat dan entropi reservoirnya akan menurun sehingga
perubahan entropi sistem dapat dinyatakan dengan persamaan:
ΔS = Q/T..........................................................................
(1)
dengan, ΔS = perubahan entropi ( J/K)
Q = kalor ( J)
T = suhu (K)
tersebut berlaku pada sistem yang
mengalami siklus reversibel dan besarnya perubahan entropi (ΔS) hanya
bergantung pada keadaan akhir dan keadaan awal sistem. Ciri proses reversibel
adalah perubahan total entropi ( ΔS = 0) baik bagi sistem maupun lingkungannya.
Pada proses irreversibel perubahan entropi semesta ΔSsemestea > 0 . Proses
irreversibel selalu menaikkan entropi semesta.
ΔSsistem +
ΔSlingkungan = ΔSseluruhnya > 0..................................
(2)
1. Perubahan
Entropi dalam Konduksi Termal
Mari kita sekarang perhatikan sistem
yang terdiri dari reservoir panas dan reservoir dingin yang berada dalam kontak
termal antara satu sama lain dan terisolasi dari seluruh alam semesta. Sebuah
proses yang terjadi selama energi Q ditransfer oleh kalor dari reservoir kalor
pada suhu Th ke reservoir dingin pada suhu Tc. Proses seperti yang dijelaskan
adalah irreversible (energi tidak akan secara spontan mengalir dari dingin ke
panas), jadi kita harus menemukan proses reversible setara. Karena suhu
reservoir tidak berubah selama proses tersebut, kita bisa mengganti proses
nyata untuk setiap reservoir dengan reversible, proses isotermal dimana jumlah
energi yang sama ditransfer oleh kalor. Akibatnya, untuk reservoir, perubahan
entropi tidak tergantung pada apakah proses ini reversible atau irreversible.
Karena reservoir dingin menyerap energi
Q, kenaikan entropi sebesar Q/Tc. Pada saat yang sama, reservoir kalor
kehilangan energi Q, sehingga perubahan entropi adalah -Q/Th. Karena Th >
Tc, peningkatan entropi reservoir dingin lebih besar dari penurunan entropi
reservoir kalor. Oleh karena itu, perubahan entropi dari sistem (dan alam
semesta) lebih besar dari nol:
Misalkan energi mentransfer spontan dari
benda dingin ke benda kalor, yang melanggar hukum kedua. Transfer energi yang
tidak mungkin ini dapat digambarkan dalam hal gangguan. Sebelum transfer,
derajat tertentu dari orde yang dikaitkan dengan temperatur yang berbeda dari
objek. Molekul objek panas memiliki energi rata-rata lebih tinggi dari molekul
objek yang dingin. Jika energi secara spontan ditransfer dari objek dingin ke
objek kalor, benda dingin menjadi lebih dingin selama suatu interval waktu dan
objek panas menjadi lebih panas. Perbedaan energi molekul rata-rata menjadi
lebih besar, yang akan mewakili peningkatan orde untuk sistem dan pelanggaran
hukum kedua.
Sebagai perbandingan, proses yang
terjadi secara alami adalah transfer energi dari benda panas ke benda dingin.
Dalam proses ini, perbedaan rata-rata energi molekul menurun, yang merupakan
distribusi energi yang lebih acak dan peningkatan gangguan.
2. Perubahan
Entropi dalam Pemuaian Bebas
Perhatikan
pemuaian bebas adiabatik gas yang menempati volume awal Vi (Gambar 1). Dalam
situasi ini, membran memisahkan gas dari daerah yang dikosongkan dan gas
mengembang ke volume Vf. Proses ini irreversible, gas tidak akan secara spontan
mendesak ke setengah volume setelah mengisi seluruh volume. Proses ini tidak
reversible atau kuasi-statis.
Gambar 1.
Ekspansi bebas adiabatik dari gas. Wadah termal terisolasi dari lingkungannya.
Oleh karena itu Q=0
Untuk menerapkan Persamaan 4, tidak bisa
mengambil Q = 0, nilai untuk proses irreversible, tetapi sebaliknya harus
menemukan Qr, yaitu harus menemukan lintasan reversible yang setara yang
berbagi keadaan awal dan akhir yang sama. Sebuah pilihan sederhana adalah,
pemuaian isotermal reversible dimana gas mendorong perlahan terhadap piston
sementara energi memasuki gas oleh kalor dari reservoir untuk menahan suhu
konstan. Karena T adalah konstan dalam proses ini, Persamaan 4 memberikan:
.................................................... (4)
Untuk proses isotermal, hukum pertama termodinamika menyatakan bahwa
sama
dengan negatif dari usaha yang dilakukan pada gas selama pemuaian dari Vi ke
Vf, yang diberikan oleh Persamaan 6. Menggunakan hasil ini, dapat ditemukan
bahwa perubahan entropi untuk gas adalah:
Karena Vf > Vi, ................................................................................................ (6)
Dapat disimpulkan bahwa ∆S adalah
positif. Hasil positif menunjukkan bahwa kedua entropi dan gangguan peningkatan
gas sebagai akibat dari irreversible, pemuaian adiabatik.
Sangat mudah untuk melihat bahwa gas
lebih tidak teratur setelah pemuaian. Bukannya terkonsentrasi dalam ruang yang
relatif kecil, molekul tersebar di wilayah yang lebih besar.Sangat mudah untuk
melihat bahwa gas lebih tidak teratur setelah pemuaian. Bukannya terkonsentrasi
dalam ruang yang relatif kecil, molekul tersebar di wilayah yang lebih besar.
Karena pemuaian bebas berlangsung dalam
wadah terisolasi, tidak ada energi yang ditransfer oleh kalor dari lingkungan.
(Ingat bahwa isotermal, pemuaian reversible hanya proses penggantian yang
digunakan untuk menghitung perubahan entropi untuk gas. Itu bukan proses yang
sebenarnya) Oleh karena itu, pemuaian bebas tidak berpengaruh pada lingkungan,
dan perubahan entropi lingkungan adalah nol (Serway, 2010).
Dua formulasi
dari hukum kedua termodinamika yang berguna untuk memahami konversi energi
panas ke energi mekanik, yaitu formulasi yang dikemukakan oleh Kelvin-Planck
dan Rudolf Clausius. Adapun hukum
kedua termodinamika dapat dinyatakan sebagai berikut (Nugroho,
2013):
1.
Formulasi Kelvin-Planck
“Tidak mungkin untuk membuat sebuah mesin kalor yang
bekerja dalam suatu siklus yang semata-mata mengubah energi panas yang
diperoleh dari suatu sumber pada suhu tertentu seluruhnya menjadi usaha
mekanik.” Dengan
kata lain, formulasi kelvin-planck menyatakan bahwa tidak ada cara untuk
mengambil energi panas dari lautan dan menggunakan energi ini untuk menjalankan
generator listrik tanpa efek lebih lanjut, misalnya pemanasan atmosfer. Oleh
karena itu, pada setiap alat atau mesin memiliki nilai efisiensi tertentu.
Efisiensi menyatakan nilai perbandingan dari usaha mekanik yang diperoleh
dengan energi panas yang diserap dari sumber suhu tinggi.
2. Formulasi
Clausius
“Tidak mungkin untuk membuat sebuah
mesin kalor yang bekerja dalam suatu siklus yang semata-mata memindahkan energi
panas dari suatu benda dingin ke benda panas”. Dengan kata lain, seseorang
tidak dapat mengambil energi dari sumber dingin (suhu rendah) dan memindahkan
seluruhnya ke sumber panas (suhu tinggi) tanpa memberikan energi pada pompa
untuk melakukan usaha (Kanginan, 2007).
Berbeda dari hukum pertama, hukum kedua
ini mempunyai berbagai perumusan. Kelvin mengetengahkan suatu permasalahan dan
Planck mengetengahkan perumusan lain. Karena pada hakekatnya perumusan kedua
orang ini mengenai hal yang sama maka perumusan itu digabung dan disebut
perumusan Kelvin-Planck bagi hukum kedua termodinamika. Perumusan ini
diungkapkan demikian :
“Tidak mungkin membuat pesawat yang
kerjanya semata-mata menyerap kalor dari sebuah reservoir dan mengubahnya
menjadi usaha”
Oleh Clausius, hukum kedua termodinamika
dirumuskan dengan ungkapan :
“Tidak mungkin membuat pesawat yang
kerjanya hanya menyerap kalor dari reservoir bertemperatur rendah dan
memindahkan kalor ini ke reservoir yang bertemperatur tinggi, tanpa disertai
perubahan lain”.
MESIN KALOR
Sebuah mesin kalor
dapat di karakteristikkan sebagai berikut:
1. Mesin kalor menerima
panas dari source bertemperatur tinggi (energi matahari, bahan bakar, reaktor
nuklir, dll)
2. Mesin kalor
mengkonvensi sebagian panas menjadi kerja (umumnya dalam bentuk poros yang
berputar)
3. Mesin kalor membuang
sisa panas ke sink bertemperatur rendah.
4. Mesin kalor
beroperasi dalam sebuah siklus.
Sebuah alat produksi kerja yang paling tepat mewakili
definisi dari mesin kalor adalah pembangkit listrik tenaga air, yang merupakan
mesin pembakaran luar dimana fluida kerja mengalami siklus termodinamika yang
lengkap.
MESIN PENDINGIN
Mesin pendingin,
sama seperti mesin kalor, adalah sebuah alat siklus. Fluida kerjanya disebut
dengan refrigerant. Siklus refrigerasi yang paling banyak digunakan adalah daur
refrigerasi kompresi-uap yang melibatkan empat komponen : kompresor, kondensor,
katup ekspansi dan evaporator (Nugroho, 2013)
Refrigerant
memasuki kompresor sebagai sebuah uap dan di kompres ketekanan kondensor.
Refrugerant meninggalkan kompresor pada temperatur yang relatif tinggi dan kemudian
didinginkan dan mengalami kondensasi di kondensor yng membuang panasnya ke
lingkungan. Refrigent kemudian memasuki tabung kapilar dimana tekanan
refrigerant turun drastis karena efek throttling. Refrigerant bertemperatur
rendah kemudian memasuki evaporator, dimana disini refrigent menyerap panas
dari ruang refrigerasi dan kemudian refriferant kembali memasuki kompresor.
Efisiensi refrigerator disebut dengan istilah coefficient of performance (COP),
dinotasikan dengan COPR.
Perbandingan antara COPR dan COPHP
adalah sebagai berikut :
COPHP = COPR +1 ................................................................................................. (9)
Perlu dicatat bahwa harga dari COPR dapat berharga lebih dari satu, karena
jumlah panas yang diserap dari ruang refrigerasi dapat lebih besar dari jumlah
input kerja. Hal tersebut kontras dengan efisiensi termal yang selalu kurang
dari satu. Salah satu alasan penggunaan istilahcoefficient of performance-lebih
disukai untuk menghindari kerancuan dengan istilah efisiensi, karena COP dari
mesin pendingin lebih besar dari satu.
POMPA KALOR
Pompa kalor adalah mesin yang memindahkan panas dari satu lokasi (atau sumber) ke lokasi lainnya
menggunakan kerja mekanis. Sebagian besar teknologi pompa kalor memindahkan panas dari sumber panas
yang bertemperatur rendah ke lokasi bertemperatur lebih tinggi. Contoh
yang paling umum adalah lemari es, freezer, pendingin ruangan, dan sebagainya. Tujuan dari mesin pendingin adalah untuk menjaga ruang
refrigerasi tetap dingin dengan meyerap panas dari ruang tersebut. Tujuan pompa
kalor adalah menjaga ruangan tetap bertemperatur tinggi. Proses pemberian panas
ruangan tersebut disertai dengan menyerap panas dari sumber bertemperatur
rendah (Nugroho, 2013).
Mesin kalor membuat energi mengalir dari lokasi yang lebih panas ke lokasi
yang lebih dingin, menghasilkan fraksi dari proses tersebut sebagai kerja.
Kebalikannya, pompa kalor membutuhkan kerja untuk memindahkan energi termal
dari lokasi yang lebih dingin ke lokasi yang lebih panas.
Air condtioner pada dasarnya adalah sebuah mesin pendingin tetapi yang
didinginkan disini bukan ruang refrigerasi melainkan sebuah ruangan/gedung atau
yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Prizas. 2013. Hukum Kedua Termodinamika. Lampung:
Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Raden Intan.
Novitari, 2012. Artikel
Termodinamika II, (online), (file:///E:/Nofitari%20Dwi_%20Artikel%20Termodinamika%20II%20(Tugas%20Berkala).html,
diakses 10 Desember2017).
Kanginan, Marthen.
2007. Fisika untuk SMA Kelas XI.
Jakarta: Erlangga.
Hadi,
Dimsiki. 1993. Termodinamika.
Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sutrisno
dan Tan Ik Gie. 1983. Seri Fisika Dasar
(Listrik, Magnet dan Termofisika Listrik). Bandung: ITB.
Serway,
Raymond A dan Jewett, John W. 2014. Fisika
untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Salemba Teknika.













Komentar
Posting Komentar